Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung dalam suatu bahan. Besarnya kadar air dapat berpengaruh terhadap kualitas dari bahan tersebut. Kadar air dalam suatu bahan dapat diketahui dan dihitung dengan cara menguapkan atau menghilangkan sejumlah air dari bahan tersebut. Metode yang sering digunakan adalah metode pemanasan atau gravimetri. Selain pemanasan, terdapat juga metode analisis kadar air dengan pendekatan secara kimiawi, salah satunya dengan metode titrasi Karl Fischer, metode Kalsium Karbida, dan Metode Asetil Klorida.
A. Metode Titrasi Karl Fischer
Gambar 1. Alat Titrasi Karl Fischer
(sumber : scancotec.com)
Metode Karl Fischer digunakan untuk mengukur kadar air dalam suatu bahan dengan metode volumetri berdasarkan prinsip titrasi. Titrant yang digunakan adalah pereaksi Karl Fischer (campuran iodin, sulfur dioksida, dan piridin dalam larutan metanol). Pereaksi ini sangat tidak stabil dan peka terhadap uap air, oleh karena itu sebelum digunakan pereaksi harus selalu distandarisasi. Metode ini ditemukan oleh seorang ilmuwan asal Jerman bernama Karl Fischer pada tahun 1935. Ia menemukan bahwa sulfur dioksida yang ditambah suatu reaksi akan dapat menentukan kadar air dalam titrasi tersebut. Cara titrasi Karl Fischer mampu diaplikasikan untuk menentukan kadar air dalam alkohol, ester, senyawa lipida, tepung, gula dan bahan pangan dengan kadar air rendah.
Secara prinsip, metode ini didasari pada titrasi iodometri yang melibatkan reaksi reduksi iodin menjadi iodida, sedangkan sulfur dioksida teroksidasi menjadi ion sulfat. Metanol dan piridin digunakan untuk melarutkan iodin dan sulfur dioksida agar reaksi dengan air menjadi lebih baik. Selain itu piridin dan metanol akan mengikat asam sulfat yang terbentuk sehingga akhir titrasi dapat lebih jelas dan tepat. Selama masih ada air dalam bahan, iodin akan bereaksi, tetapi begitu air habis, maka iodin akan bebas. Pada saat timbul warna iodin bebas ini, titrasi dihentikan dan iodin bebas ini akan memberikan warna kuning coklat. Untuk memperjelas pewarnaan maka dapat ditambahkan metilin biru dan akhir titrasi akan memberikan warna hijau (Sudarmadji, 1989).
Selama proses titrasi terjadi reaksi reduksi iodin oleh sulfur dioksida dengan adanya air. Reaksi reduksi iodin akan berlangsung sampai air habis yang ditunjukan munculnya warna coklat akibat kelebihan iodin. Penentuan titik akhir titrasi sulit dilakukan karena kadang-kadang perubahan warna yang terjadi tidak terlalu jelas. Pereaksi Karl Fischer sangat sensitif terhadap air. Dalam pelaksanaannya titrasi harus dilakukan dengan kondisi bebas dari pengaruh kelembaban udara.
Berikut merupakan tahapan reaksi yang dapat dituliskan sebagai berikut :
I2 + SO2 + 2C6H5N → C6H5N.I2 + C6H5N.SO2
C6H5N.I2 + C6H5N.SO2 + C6H5N + H2O → 2(C6H5N.HI) + C6H5N. SO3
C6H5N.SO3 + CH3OH → C6H5N(H)SO4.CH3.I2
dengan metilen biru akan berubah warnanya menjadi hijau.
Perhitungan untuk titrasi Karl Fischer adalah sebagai berikut :

Titrasi Karl Fischer dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
a. Titrasi Karl Fischer Volumetrik
Pada titrasi Karl Fischer Volumetrik, iodium ditambahkan dengan mesin pada bure yang berisi sample suatu bahan pelarut selama proses titrasi. Volume air diukur berdasarkan volume bahan reaksi yang digunakan pada titrasi Karl Fischer. Cara titrasi Volumetri sangat cocok digunakan untuk penentuan kadar air disekitar 100 ppm untuk 100%.
b. Titrasi Karl Fischer Coulometric
Pada titrasi Karl Fischer Coulometric, iodium dihasilkan secara elektrokimia selama titrasi berlangsung. Coulometric sangat cocok untuk penentuan kadar air disekitar 1 ppm untuk 5%. Air diukur berdasarkan atas total beban perubahan fasa (Q), ketika diukur oleh ampere dan waktu (perdetik), menurut hubungan sebagai berikut :

B. Metode Kalsium Karbida (CaC2)
Metode kalsium karbida didasari atas reaksi kalsium karbida dengan air menghasilkan gas asetilen. Cara ini sangat tepat dan tidak memerlukan alat yang rumit. Jumlah asetilen yang terbentuk dapat diukur dengan berbagai cara yaitu :
- Menimbang campuran bahan dan karbida sebelum dan sesudah reaksi ini selesai. Kehilangan bobotnya merupakan berat asetilen.
- Mengumpulkan gas asetilen yang terbentuk dalam ruangan tertutup dan mengukur volumenya. Dengan volume yang diperoleh tersebut dapat diketahui banyaknya asetilen dan kemudian dapat diketahui kadar air bahan.
- Mengukur tekanan gas asetilen yang terbentuk, yaitu jika reaksi dikerjakan dalam ruang tertutup. Kadar air bahan dapat diketahui dengan mengetahui banyaknya tekanan dan volume asetilen, dengan menangkap gas asetilen dengan larutan tembaga sehingga dihasilkan tembaga asetilen yang dapat ditentukan secara gravimetri atau volumetri atau secara kolorimetri.
Reaksi yang terjadi selama pencampuran dapat dituliskan sebagai berikut :
CaC2 + H2O → CaO + C2H2
Pada metode ini 1 mol gas asetilen yang terbentuk sama dengan berasal dari 1 mol air. Volume gas asetilen dianggap sama dengan gas ideal yaitu 22,4 liter. Ketelitiannya tergantung pada pencampuran atau interaksi karbid dengan bahan. Cara tersebut telah berhasil untuk menentukkan kadar air dalam tepung, sabun, kulit, biji panili, mentega dan air buah. Penentuan kadar air cara ini dapat dikerjakan sangat singkat yaitu berkisar 10 menit (Sudarmadji, 1989).
Banyaknya air yang terkandung dalam bahan dapat dihitung dengan rumus berikut :
C. Metode Asetil Klorida
Metode Asetil Klorida di gunakan untuk bahan-bahan yang berupa minyak, mentega, margarin, rempah-rempah, dan beberapa bahan berkadar air rendah. Metode ini berdasarkan atas reaksi antara asetil klorida dengan air menghasilkan asam yang akan dititrasi dengan basa. Asetil klorida yang digunakan dilarutkan dalam toluen dan bahan didispersikan dalam piridin (Sudarmadji, 1989). Reaksi yang terjadi dapat dituliskan berikut :
H2O + CH3COCl → CH3COOH + HCl
Daftar Pustaka
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. 2013. Kimia Analitik Terapan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 201 hal.
Posting Komentar